berpikir tingkat I, II dan III

pemikiran-pemikiran manusia dapat dibagi menjadi 3 tingkatan. tingkat I, II dan III.

I. berpikir tingkat 1

berpikir tingkat 1 adalah berpikir mengenai objek yang faktanya dapat diindera secara langsung. contohnya gelas, meja , pena dan ada benda-benda yang ada di sekitar pengamat.

standar kebenaran berpikir tingkat 1 adalah kesesuaian antara pemikiran dengan fakta yang dapat dibuktikan/ diindera secara langsung.

II. berpikir tingkat 2

berpikir tingkat 2 adalah berpikir mengenai objek yang gaib. gaib artinya terhalang. objek-objek gaib meliputi objek (fakta/ orang, benda, kejadian, perbuatan) yang terjadi di masa lalu, di masa depan atau di masa kini tapi di luar jangkauan panca indra manusia.

contoh: sejarah umat manusia, manusia purba, hari kiamat, ramalan masa depan, berita-berita yang tidak disaksikan langsung oleh pengamat.

karena fakta objek tidak bisa dijangkau secara langsung melalui panca indera pengamat, maka untuk dapat berpikir tentangnya dibutuhkan alat bantu. alat bantu itu disebut dalil. dalil tidak hanya berupa Al-qur’an, hadist atau kitab-kitab para ulama, tetapi dalil adalah segala sesuatu yang dapat membantu manusia dalam mengindera objek. segala alat pun dapat termasuk dalil karena secara harfiah dalil artinya adalah penunjuk/ alat yang berfungsi membantu menunjukkan kepada sesuatu yang lain. oleh karena itu dalil ada bermacam-macam.

misalnya dalil/ alat bantu fisika berupa teleskop, mikroskop, amperemeter, voltmeter.

dalil ajaran Islam berupa Al-qur’an, hadist, kitab para ulama.

dalil suatu tempat berupa peta, globe, atlas.

dalil berupa instruksi misalnya peraturan perundang-undangan, resep, rumus atau formula tertentu. semua itu berfungsi membantu manusia mencapai tujuannya, yaitu kebenaran yang tidak bisa dijangkau secara langsung.

semua itu adalah dalil karena membantu manusia mencapai suatu tujuan, yaitu berpikir tentang objek yang tidak bisa ditangkap panca indera secara langsung.

dalam proses berpikir manusia saat menghadapi beragam masalah yang gaib, memang benar dibutuhkan dalil. tapi tidak sembarang dalil. dalil yang bisa digunakan dalam proses berpikir tingkat 2 harus memenuhi syarat:

  1. dalilnya dapat diindera.
  2. dalilnya dapat terbukti kebenarannya.

kedua syarat di atas harus dipenuhi. artinya dalil tentang objeknya dapat dindera, atau terbukti ada dan dapat diteliti isinya. dengan dalil tersebut pemikiran tingkat 2 dapat dibuktikan kebenarannya. tanpa dalil yang bisa diindera, pemikiran tersebut bukan pemikiran tapi sekedar khayalan, fantasi, prasangka, hipotesis atau dugaan saja.

selain itu dalil tersebut harus dapat dinilai kebenarannya. ada tiga kemungkinan kebenaran dalil:

  1. pasti benar
  2. mungkin benar
  3. pasti salah/ tidak mungkin benar

setiap dalil yang digunakan dalam proses berpikir harus dianalisis untuk dapat dikelompokkan dalam salah satu dari ketiga kemungkinan di atas. jika dalil sudah terbukti pasti benar, maka isinya dan pemikiran yang lahir darinya pasti benar. jika dalilnya mungkin benar maka pemikiran yang bersumber darinya bernilai mungkin benar. sedangkan jika dalilnya pasti salah maka pemikiran yang bersumber darinya pasti salah. pemikiran seperti itu sudah tidak mungkin dapat dipercaya lagi.

jadi standar penilaian kebenaran dalam berpikir tingkat 2 ada 3, yaitu sesuai dengan dalil, dalilnya dapat diindera dan dalilnya terbukti benar walaupun dalam tingkatan mungkin benar.

ada contoh kasus seperti ini:

ada pertanyaan: apakah tadi malam di suatu daerah terjadi hujan?

kalau kita bisa melihat langsung kita bisa menjawab pasti bahwa terjadi hujan/ tidak. kalau kita tidak bisa melihat langsung maka kita bisa melihat tanda-tandanya. misalnya tanah, dedaunan dan jalanan yang basah. tanda-tanda itu adalah dalil, bukti dan petunjuk adanya hujan.

ada lagi contoh: kita menemukan jejak memanjang di jalan. apakah yang dapat kita pikirkan dari jejak tersebut?

ada beberapa kemungkinan:

  1. jejak kendaraan yang lewat seperti mobil, gerobak, truk.
  2. jejak orang iseng yang melukisi jalan.
  3. jejak dari suatu mesin pembuat jejak, misalnya seperti pembuat garis putih marka jalan.

yang manakah yang benar dari semua itu?

semua itu hanya bernilai mungkin benar. tidak bisa lebih dari itu. kita tidak bisa berpikir lebih jauh. adakalanya dari film-film action orang bisa menebak dengan motif tertentu jejak itu dari mobil jenis tertentu, keluaran tahun tertentu, dengan mesin tertentu di mana bengkel terdekat yang menjual atau memperbaiki hanya sedikit. semua itu cuma ada di film dan film itu jelas fiktif. cuma khayalan. bukan pemikiran.

dari jejak ban kita tidak bisa menebak siapa pengemudinya, jenis kelamin, usianya apalagi cantik atau nggak. semua itu jelas cuma dugaan.

yang pasti benar dari semua itu hanya satu, yaitu ada jejak ban. lebih dari itu nilainya hanya mungkin benar.

III. berpikir tingkat 3

berpikir tingkat 3 adalah berpikir mengenai menilai sesuatu dengan standar tertentu. menilai sesuatu bisa berupa benar/ salah, baik/ buruk, tercela/ terpuji, boleh dilakukan/ tidak, dsb. sesuatu itu bisa berupa orang, hewan, perbuatan, fakta, kejadian, ide, pemikiran, bahkan aturan seperti agama, budaya, ideologi. standar tertentu bia berupa penilaian pribadi, kelompok, agama, ideologi, budaya masyarakat, peraturan negara dll.

contoh: menolong itu baik atau buruk? membunuh itu baik atau buruk? melindungi itu baik atau buruk? bagaimana kalau melindungi adik sendiri, baik atau buruk? bagaimana kalau adik yang dilindungi itu ternyata baru saja mencuri barang milik orang lain? bagaimana kalau dia terpaksa mencuri karena kelaparan? apa itu keadilan? bagaimana mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan perdamaian di masyarakat?

berpikir tingkat 3 termasuk berpikir abstrak. abstrak artinya objeknya tidak dapat diindera. masalahnya bukan fakta obyeknya yang tidak dapat diindera, tapi nilai itu sendiri yang tidak dapat diindera. misalnya baik, buruk, terpuji, tercela. semua nilai itu tidak dapat diindera sehingga hasilnya abstrak.

berpikir tingkat 3 termasuk berpikir yang selalu terjadi perselisihan antar umat manusia. umat manusia tidak bisa bersepakat dalam berpikir tingkat 3, yaitu menilai sesuatu. alasannya karena orang-orang berpijak atau memegang standar yang berbeda sehingga hasil penilaiannya berbeda. misalnya menguasai hutan untuk kepentingan pribadi bagi orang-orang penganut kapitalisme boleh-boleh saja sedangkan bagi umat Islam tidak boleh. bagi komunisme juga tidak boleh tapi harus dikuasai negara.
karena standar yang berbeda-beda dan orang-orang tidak mau melepaskan atau berganti standar, bersepekat pada satu standar, akhirnya lahir pandangan bahwa kebenaran itu relatif. kebenaran itu subyektif. tergantung tempat tergantung waktu. paham ini disebut relativisme. paham ini dianut oleh orang-orang liberal, sekuler, dan individualis.

oleh karena itu untuk menentukan kebenaran dalam berpikir tingkat 3 harus ditelusuri dulu standarnya terlebih dahulu karena standar yang menentukan hasil penilaiannya. jika standarnya benar maka hasil penilaiannya akan benar tapi jika standarnya salah maka segala hasil pemikiran dan penilaian yang keluar darinya juga salah. oleh karena itu yang dipentingkan adalah menilai standarnya benar atau salah terlebih dahulu baru menilai hasilnya.

pembahasan menentukan standar dan mencari standar penilaian yang paling benar akan dibahas dalam pembahasan berikutnya. saat ini kesimpulan yang didapatkan dulu adalah standar kebenaran berpikir tingkat 3. dalam berpikir tingkat 3 standar kebenaran adalah kesesuaian dengan suatu standar pemikiran. jika sesuai maka pemikiran tersebut benar.  jika tidak sesuai maka pemikiran tersebut salah. namun karena ada banyaknya standar penilaian di dunia ini maka harus dicari terlebih dahulu standar pemikiran yang paling benar terlebih dahulu. standar itu adalah pemikiran yang merupakan kebenaran mutlak di dunia ini. kebenaran mutlak itu adalah kebenaran paling mendasar, pangkal, menyeluruh dan dicari oleh seluruh umat manusia di dunia ini. pembahasan berikutnya membahas mencari kebenaran mutlak ini.

Pos ini dipublikasikan di pemikiran dan tag , , . Tandai permalink.

5 Balasan ke berpikir tingkat I, II dan III

  1. Graha Filsafat Media berkata:

    Saya masih belum paham mengenai konsep “ghaib relatif”. Hehe. Oh, saya sangat senang bertemu sesama blogger dari kota yang sama. Saya juga asal Blitar Mas.. Salam kenal.

    Suka

    • even garden berkata:

      gaib relatif artinya seseorang tidak tahu tapi orang lain tahu. contohnya: saya tidak tahu siapa neneknya Pak jokowi, rumahnya waktu kecil seperti apa tapi beliau tahu. sedangkan gaib mutlak berarti tidak ada satu orang pun yang tahu. contohnya wujudnya Alloh, malaikat, jin, setan dan sebagainya.

      Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar