definisi yang benar tentang aqidah

‘Aqîdah, dalam bahasa Arab, berasal dari lafadz ‘aqada-ya’qidu- ‘aqîdatan. Lafadz tersebut
mengikuti wazan fa’îlatan, yang berarti ma’qûdah (sesuatu yang diikat). Sedangkan ‘aqîdah, menurut istilah syara’, dalam hal ini para ulama’ berbeda pendapat.

  1. menurut Habanakah dalam kitab Al-‘aqidah Al-islamiyah wa ususuha hal 33, aqidah berarti Sampainya perasaan pada sesuatu sehingga mampu menggerakkan hati kita serta mengarahkan gerak tingkah laku kita.
  2. menurut Sa’id Ramadhan dalam kitab kubra Al-yaqiniiat Al-kawniyyah hal 70, aqidah berarti Pembenaran dan pengakuan yang sempurna, yang tidak tergantikan atau berkurang dengan meyakini dan menerima semua rukun Islam dengan penuh keyakinan.
  3. menurut ‘Azzamdalam kitab Al-aqidah wa atsaruha fi al-jayl hal 20, aqidah berarti Janji yang teguh serta ikatan yang kuat, yang terpateri dalam hati dan menancap dalam kalbu.

definisi-definisi di atas belum benar karena belum bisa menggambarkan aqidah secara tepat. definisi yang benar haruslah definisi yang tepat, yaitu mencakup seluruh anggota fenomena objek definisi sekaligus mampu memberikan batasan yang jelas mana yang termasuk objek tersebut dan mana yang bukan. singkatnya definisi yang tepat dan benar syaratnya yaitu komprehensif dan spesifik. sebabnya definisi adalah deskripsi terhadap suatu objek tertentu baik  objek islami maupun tidak.

beberapa definisi yang sesuai dengan kriteria di atas sebagai berikut:

  1. Akidah adalah iman; Iman adalah pembenaran (keyakinan) yang bulat, yang sesuai dengan realitas (yang diimani), dan bersumber dari dalil. (Samih, tahriq Al-iman, hal. 9; mahmud Al-khalid, Al-aqidah hal. 18; Syaltut, Al-Islam, hal 56)
  2. Akidah adalah sesuatu yang dinyakini oleh kalbu (wijdân) dan terima oleh akal pikiran. (Fathi Muhammad Salim, Al-Istidlal bi- ad-dlanni fi al-aqidah hal 90)
  3. Akidah adalah pemikiran yang menyeluruh mengenai alam, manusia, kehidupan, serta hubungan semuanya dengan apa yang ada sebelum kehidupan (Pencipta) dan setelah kehidupan (Hari Kiamat), serta mengenai hubungan semuanya tadi dengan apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan (syariah dan hisâb) (Muhammad Husain, Dirasat Al-fikr Al-islami, hal 35)

ketiga definisi di atas disatukan menjadi :

Akidah pemikiran yang menyeluruh mengenai manusia, kehidupan, serta hubungan di antara semuanya dengan apa yang ada sebelum kehidupan (Pencipta) dan setelah kehidupan (Hari Kiamat), serta mengenai hubungan semuanya dengan apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan (syari’at dan hisab), yang dinyakini oleh kalbu (wijdân) dan diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) yang bulat, sesuai dengan realitas (yang diimani), dan bersumber dari dalil.

dalam konteks agama islam, aqidah Islamiyah menjadi:

Pemikiran tentang adanya Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, Qadha’ dan Qadar
dimana baik dan buruknya semata-mata dari Allah, yang diyakini oleh kalbu (wijdân) dan
diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) yang bulat, sesuai dengan
realitas, dan bersumber dari dalil.

definisi aqidah islamiyah di atas mencakup 3 aspek aqidah:

  1. ruang lingkup: yaitu pemikiran yang menyeluruh. dalam islam aqidah Islam mencakup keenam rukun iman. iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari kiamat dan qadla dan qodar, baik-buruknya dari Allah.
  2. hakikat aqidah: yaitu keyakinan hati yang diterima oleh akal.
  3. metode membangun aqidah: yaitu melalui pembuktian terhadap pemikiran dan keyakinan dengan dalil.

ketiga aspek tersebut menimbulkan konsekuensi:

  1. ada pemikiran menyeluruh/ holistik dan ada pemikiran yang sebagian-sebagian/ parsial. aqidah termasuk pemikiran holistik. pemikiran holistik mampu menjadi dasar dan sumber dari segala pemikiran parsial sedangkan pemikiran parsial tidak bisa menjadi pemikiran pangkal/ pokok. dengan begitu pemikiran parsial tidak bisa menjadi pangkal/ pokok pegangan hidup tanpa pemikiran holistik yang mendasarinya.
  2. ada pemikiran yang diyakini oleh hati dan ada yang tidak. aqidah termasuk yang diyakini oleh hati.
  3. ada pemikiran yang diterima oleh akal dan ada pemikiran yang tidak bisa diterima akal. yang diterima akal misalnya aqidah dan ideologi. yang tidak bisa diterima akal misalnya mitologi, kisah-kisah fiksi dan fantasi.

dengan demikian aqidah pada dasarnya adalah keyakinan yang bulat/ utuh sesuai dengan fakta dan bersumber dari dalil, atau keyakinan yang diyakini sepenuhnya oleh hati dan diterima oleh akal. keyakinan itu harus tegas dan jelas. misalnya jika manusia harus meyakini bahwa jujur itu baik, maka dia harus jujur setiap tempat setiap waktu tanpa kecuali, tapi kenyataannya ada perkecualian di mana jujur menjadi buruk. oleh karena itu keyakinan “manusia harus selalu jujur karena jujur itu baik” tidak bisa dijadikan aqidah. selain itu keyakinan itu harus sesuai dengan fakta. jika keyakinan itu tidak sesuai dengan fakta maka keyakinan itu bisa diragukan, gugur atau bahkan diingkari/ dikufuri. misalnya ada keyakinan di atas langit ada kahyangan. di sana tinggal para dewa di istana langit di antara awan-awan. kenyataannya penerbangan sudah mencapai awan dan luar angkasa tapi tidak menemukan kahyangan. jadi keyakinan bahwa di langit ada kahyangan tempat tinggal para dewa tidak bisa dipertahankan lagi. manusia menjadi meyakini di langit tidak ada kahyangan dan para dewa tapi diganti dunia fisika yang ada hanya materi.

di dalam Al-qur’an dan hadist tidak ada istilah aqidah. adanya iman. aqidah sebenarnya sama dengan iman. perbedaannya hanya, iman digunakan di dalam Al-qur’an dan hadist sedangkan aqidah digunakan oleh ulama ilmu ushuluddin.

 

Pos ini dipublikasikan di aqidah dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar